Kalau dibuat jadi sebuah list, semua festival yang diadakan #DiIndonesiaAja pasti akan menjadi daftar yang sangat panjang. Setiap bulannya selalu ada aja festival yang diselenggarakan di berbagai wilayah. Kalau pernah denger, ada yang namanya Dieng Culture Festival (DCF). Ini adalah sebuah pesta seni budaya yang selalu dilaksanakan di kawasan wisata Dieng, Jawa Tengah. Dulunya DCF ini bernama Pekan Budaya Dieng. Pertama kali diadakan pada tahun 2010 hasil kolaborasi antara Dieng Ecotourism, Kelompok Sadar Wisata Dieng Pandawa dan Equator Sinergi Indonesia. Selama festival berlangsung ada berbagai agenda, antara lain Pertunjukkan Jazz Atas Awan, Festival Film, Festival Lampion, Pagelaran Wayang Kulit, Pentas Budaya, dan masih banyak lagi. Namun, sebenarnya yang jadi agenda utama adalah ritual rambut gimbal. 

 

Ritual tahunan potong rambut gimbal di negeri atas awan

Seperti yang sudah disebutkan tadi, pada saat Dieng Culture Festival, ada satu agenda wajib yang disebut ruwatan. Ini adalah upacara adat untuk memotong rambut gimbal anak-anak di Dataran Tinggi Dieng. Tradisi ini juga sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan pada tahun 2016. 

Proses ruwatan ini juga cukup panjang, lho. Mulai dari menyiapkan berbagai perlengkapan untuk upacara, lalu memandikan anak-anak yang rambut gimbalnya mau dipotong dengan air yang diambil dari tujuh sumur berbeda di Dieng, mengarak anak-anak ke Candi Arjuna, memotong gimbal, hingga melarung potongan rambut tersebut di Telaga Balekambang.

Kenapa sih mau potong rambut aja harus ada upacara besar-besaran? Itu karena masyarakat di kawasan Dataran Tinggi Dieng percaya bahwa anak-anak berambut gimbal itu adalah keturunan Kyai Kolo Dete dan Nini Roro Rence. Tokoh tersebut diyakini sebagai pasangan yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat lokal. Karena itulah, mereka percaya bahwa anak-anak berambut gimbal merupakan simbol kesejahteraan. Semakin banyak anak gimbal, semakin sejahtera wilayah tersebut. 

Oya, rambut gimbal tersebut nggak boleh dipotong kalau si anak belum meminta. Sebelum ritual pemotongan pun anak-anak akan mengajukan permintaan kepada orangtuanya atau dalam bahasa lokal disebut sebagai bebono. Permintaan tersebut wajib dipenuhi. Menurut kepercayaan setempat, anak berambut gimbal yang nggak melakukan tradisi ruwatan kelak akan sakit-sakitan atau bahkan mengalami gangguan jiwa saat dewasa. 

 

Event yang Banyak Dinanti Penggemar Ini, Akhirnya Dilaksanakan Secara Hybrid

Di tengah situasi pandemi, Dieng Culture Festival 2020 tetap dilaksanakan. Namun, DCF kali ini cukup berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. DCF dilaksanakan secara virtual dan lokasinya pun di Rumah Budaya yang berada di depan komplek Candi Arjuna. Meski ada beberapa program yang dihapus, DCF yang berlangsung pada tanggal 16-17 September 2020 tetap meriah. Selama penyelenggaraan pun, protokol kesehatan tetap dijalankan dengan ketat. 

Acara dibuka dengan pertunjukkan sendratari anak gimbal. Acara pembukaan hanya dihadiri oleh beberapa tamu undangan. Setelah menyaksikan pertunjukan, acara di hari pertama dilanjutkan dengan webinar yang membahas tentang kilas balis DCF berawal dari budaya masyarakat lokal hingga akhirnya bisa menjadi sebuah event tahunan yang selalu didatangi ratusan ribu wisatawan dari berbagai daerah. Ada pula program penanaman pohon, pertunjukan seni dari masyarakat, dan di malam hari program Musik Jazz Atas Awan tetap dilangsungkan.

Dipandu oleh Alit Jabang Bayi, program Jazz Atas Awan dibuka dengan penampilan dari Kailasa, band lokal yang berasal dari Dieng Kulon. Ada juga Rubah di Selatan yang tampil membawakan beberapa lagu andalannya mulai dari “Selaba”, “Lil Fox”, “Mata Air Mata”, dan lainnya. Letto yang sempat dikabarkan batal tampil, akhirnya tetap menghibur masyarakat di rumah. Band asal Yogyakarta ini awalnya tampil hari Rabu malam tapi karena beberapa hal akhirnya mereka harus tampil di Kamis pagi. Dengan latar belakangan pemandangan di Dataran Tinggi Dieng, Letto membawakan beberapa lagu hits yakni “Ruang Rindu”, “Sandaran Hati”, “Sebelum Cahaya”, dan lain-lain.

Hari kedua menjadi puncak acara yakni upacara pemotongan rambut gimbal yang disiarkan secara langsung melalui saluran YouTube Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Acara dimulai dengan persiapan yang dilakukan sejak jam 08.00 WIB, kemudian dilanjutkan dengan Jamasan Anak Gimbal Didampingi Penampilan Seni Janen, lalu prosesi Pencukuran Rambut Anak Gimbal yang didampingi oleh Kesenian Kidungan yang dilanjutkan dengan Ngalab Berkah. 

Pada Dieng Culture Festival 2020 ini, ada tiga anak perempuan yang mengikuti prosesi ruwatan. Jumlah tentu jauh lebih sedikit dari tahun-tahun sebelumnya yakni antara 10 hingga 11 anak per tahunnya. Menurut pihak penyelenggara, mereka sengaja hanya meruwat tiga anak agar lebih mudah dalam menerapkan protokol kesehatan. Proses pemotongannya dilakukan di panggung kecil yang dibangun di depan Rumah Budaya Dieng. Meski tampak sederhana, ruwatan tetap berjalan secara khidmat. Tidak ada ratusan atau ribuan penonton. Hanya ada keluarga dari anak yang diruwat, pemusik, dan beberapa orang yang berkepentingan. DCF 2020 ditutup dengan prosesi pelarungan rambut gimbal. 
 

Indahnya Dataran Tinggi Dieng

Dataran Tinggi Dieng adalah destinasi yang cukup populer di terutama di kalangan milenial. Ada beberapa destinasi yang paling banyak dikunjungi. Pertama, ada Bukit Sikunir. Biasanya para pendaki pemula datang ke sini. Meski ketinggiannya hanya 2.300 mdpl, pemandangan di puncak bukit ini nggak boleh disepelekan. Dari puncaknya, wisatawan bisa melihat pemandangan delapan gunung lainnya yang berada di sekitar Bukit Sikunir. Banyak yang menyebut, ini adalah salah satu spot terbaik buat menyaksikan golden sunrise.

Ada juga Telaga Warna. Kalau dicek di Instagram mungkin sudah ada ribuan foto yang menunjukkan pesona spot ini. Buat yang belum tahu, warna air di telaga ini bisa berubah dikarenakan kandungan belerang yang tinggi. Kalau mau melihat sisi lain Telaga Warna, silahkan jalan kaki sebentar ke Batu Pandang Ratapan Angin. 


Nggak lupa juga sama Candi Arjuna yang menjadi lokasi ritual potong gimbal. Candi ini merupakan peninggalan dari kerajaan Mataram kuno. Nggak jauh dari candi, ada spot wisata lagi. Namanya Kawah Sikidang. Pernah dengar, kan? Ini adalah kawah vulkanik di Dieng yang sampai saat ini masih aktif.

Berwisata ke Dataran Tinggi Dieng akan jadi momen yang menyenangkan. Ada wisata seni dan budaya, ada hiburan musik, dan nggak lupa juga sama wisata alamnya yang menakjubkan. Sepanjang perjalanan menuju ke Candi Arjuna yang jadi lokasi ruwatan maupun perjalanan ke berbagai destinasi juga akan menyenangkan karena disuguhi dengan pemandangan yang mungkin jarang ditemukan di kota. Jangan lupa cek #DiIndonesiaAja buat tahu info terbaru terkait event seru yang diselenggarakan di Indonesia dan ide liburan.