Kalau main ke Borobudur atau Yogyakarta, sempatkan jalan-jalan ke jajaran desa wisata di Kecamatan Mungkid, Magelang. Beragam daya tarik wisata bisa kita nikmati di sana, mulai dari kerajinan, kesenian tradisi, cendera mata, hingga agro wisata. Semua berkat tangan-tangan terampil warganya yang patut dibanggakan.
Petik Kelengkeng dan Main ke Workhop Pematung di Desa Senden
Trekking jalan-jalan di kebun ternyata bisa menjadi wisata yang menyenangkan. Apalagi bisa langsung memetik dan mencicipi buah dari pohonnya. Di Desa Senden, kita bisa main ke kebun kelengkeng Sarwanto atau biasa disapa Abah Wanto. Kebun seluas satu hektar ditanami sekitar 250 pohon kelengkeng yang berbuah manis dengan daging tebal dan biji kecil, hasil ‘persambungan’ pohon lokal dengan kelengkeng Thailand.
Tangan terampil Abah juga melakukan teknik rekayasa berkebun terhadap pohon-pohon kelengkengnya agar bisa berbuah sepanjang tahun, sehingga wisatawan bisa datang kapan saja. Memetik sepuasnya, pengunjung hanya dikenai harga buah yang dibawa pulang yaitu lima puluh ribu rupiah per kilo. Sekali panen, tiap pohon bisa menghasilkan hampir satu kuintal buah, lho.
Sobat Pesona penyuka seni patung, bisa mampir ke Studio Patung Semar Mesem milik Lilik Muryanto. Jangan kaget bila berpapasan dengan jajaran patung kuda setinggi rumah, atau patung dinosaurus sangat mirip aslinya. Hasil karya Lilik yang lulusan sekolah seni ini memang termasuk patung-patung berukuran besar yang biasa dipajang di tempat wisata, perumahan elit, maupun perkantoran.
Merangkul warga sekitar yang mau belajar, Lilik juga menerima pesanan cendera mata dari seluruh nusantara dalam beragam ukuran, misalnya miniatur Candi Borobudur. Saat ramai pesanan, omsetnya tembus Rp.500 juta per bulan
Bagaimana dengan budaya daerah? Desa Senden punya Sanggar Kesenian Jathilan Tresno Budoyo yang telah eksis sejak jaman presiden pertama Republik Indonesia Soekarno dan konon selalu ditampilkan saat menyambut kedatangan presiden ke daerah tersebut. Supardil salah satu tokoh Tresno Budoyo telah memimpin lebih dari 40 tahun mulai dari tahun 1977 hingga menyerahkan kepemimpinan kepada adiknya Sudiman lima tahun terakhir.
Tresno Budoyo terus berupaya melestarikan kesenian jathilan dengan merekrut anggota-anggota muda. Jathilan itu sendiri ada yang ditarikan dengan gerakan pelan dan lembut maupun yang keras dan gahar. Dikisahkan pada jaman dahulu para ksatria kehilangan rajanya sebagai pimpinan, sehingga kebingungan mencarinya kesana kemari mencari Sang Raja. Kisah tersebut menunjukkan bahwa meskipun memiliki keahlian dalam berperang, namun tak ada artinya jika tak memiliki seorang ahli strategi atau pimpinan.
Mampir ke Dusun Penghasil Sapu Rayung di Desa Bojong
Ada yang unik dari Desa Bojong, tepatnya Dusun Keprekan. Yaitu : sapu di mana-mana, baik toko yang khusus menjual alat pembersih manual ini, hingga di perumahan yang setiap warganya terlihat tekun membuat sapu, terutama sapu rayung (semacam gelagah).
Turun-temurun mereka menekuni kerajinan sapu yang kini telah merambah pasar ekspor. Menurut Arif, salah satu pemuda pegiat pariwisata di Desa Bojong, proses pembuatan sapu ini terdiri dari 18 langkah. Maka dari kegiatan pembuatan sapu tersebut akan terlihat ada yang tengah memoles bambu, ada yang tengah melakukan proses ikat rayung, namun ada juga yang membuat sapu rayung mulai dari proses awal hingga selesai.
Seru juga ya, edu-wisata kerajinan sapu!
Wisata Edukasi Bersama Karya Para Perempuan Tangguh dari Desa Paremono
Jamu Rempon Ndoro, kata Itur Yuliastik, adalah hasil pengajuan proposal kepada Tuhan. Perempuan yang pernah bekerja mulai dari tukang rongsok, menjual makanan, jadi TKW, bahkan pernah mencapai posisi direktur pada suatu perusahaan ini akhirnya memantapkan diri menjadi pengusaha jamu berkonsep spiritual entrepreneur.
Itur berkomitmen membangun agrowisata berbasis herbal dan pertanian dengan melibatkan anak-anak PKL (Praktek Kerja Lapangan) dari delapan SMK dan tiga universitas. Dia ingin memberikan pembekalan bukan hanya dari sisi cara produksi tetapi juga mencetak generasi pengusaha dengan kemampuan soft skill yang baik.
Berbagai macam jamu siap seduh yang diproduksi telah dipasarkan ke seluruh Indonesia dan sudah ekspor ke negara tetangga Malaysia. Itur sangat percaya dengan kualitas produknya. Seperti Wedang Uwuh, dibanding produk serupa dengan merek lain, memiliki keawetan yang lebih lama. Produk jamu siap seduh ini tahan disimpan hingga satu tahun. Sedangkan penjualan terbaik didapat dari produk Wedang Bledeg, memanfatkan cabai yang ditanam sendiri di kebun tanpa menggunakan pupuk kimia. Omzet mereka saat ini 15—20 juta rupiah per bulan.
Rempon Ndoro juga menjual produknya dalam bentuk souvenirs dan hampers. Selain pengayaan varian, Itur menggenjot paket eduwisata tentang produksi jamu kering, budi daya tanaman herbal berikut pemanfaatannya untuk memelihara kearifan lokal.
“Selama ini banyak orang yang tidak mengetahui bahwa rumput di sekitar kita yang sering ditemui di lapangan maupun di jalan sangat mungkin ada manfaatnya. Seperti Rumput Badotan yang ternyata bagus digunakan sebagai obat,” papar Itur.
Satu lagi perempuan kreatif dari Desa Paremono adalah Ita Sarifah, yang melirik kreasi fashion dengan pewarnaan teknik eco print serba alami.
Mengejar nilai seni tinggi dan kualitas terbaik, jenis kain yang digunakan berbahan dasar alam terpilih seperti primisima, viscose, katun, hingga sutera. Menggunakan warna alami dari daun, tangkai dan bunga seperti Jolawe, Tegeran, Tingi, Gambir, Secang, Ketapang, Ita juga mengembangkan corak baru dengan memberikan sentuhan gambar seperti stupa candi maupun gambar khas daerah lainnya.
Untuk mengangkat identitas desa, corak kain ecoprint juga menggunakan dedaunan setempat yang bertanin tinggi seperti daun jati yang menghasilkan warna merah tajam. Proses pembuatan bersama ibu-ibu PKK dilakukan di Balai Desa setiap hari libur.
Bersama Corak Alam, Ita menorehkan prestasi finalis iForte Preneur yang mengadakan lomba Business Plan bekerjasama dengan Kemenparekraf. Wanita yang juga pengrajin camilan tradisional ampyang ini juga sering membuka workshop yang diminati banyak orang bahkan wisatawan dari luar negeri.
Seru kan, serba-serbi potensi pariwisata yang dihasilkan tangan terampil warga desa di Mungkid, Magelang? Di wilayah ini, Sobat Pesona juga bisa mampir ke Gerbang Kalpataru yang ikonis di Desa Blondo, satu dari empat gerbang yang menyambung wisatawan memasuki KSPN Borobudur.
Gerbang Kalpataru atau Gate of Kalpavriksha ini dibuat oleh perupa asal Bali yang telah tinggal di Mungkid Magelang I Nyoman Alim Mustapha. Tangan terampilnya berhasil menyelesaikan desain patung Kalpataru yang memiliki desain yang rumit. Hasil karyanya kini menjadi salah satu ikon Magelang yang menarik untuk dikunjungi dan diabadikan. Tapi ingat, jika ingin berfoto, Sobat Pesona perlu berhati-hati karena letaknya di sebelah jalan raya.
Yuk, jalan-jalan ke Magelang. Sambil berwisata, kita dukung para wirausaha seni di sana, biar makin semangat dan meningkatkan kesejahteraan warga desa wisata.
***